Jim.my.id – Suatu ketika, kisaran tahun 1993-1995 (lupa tepatnya), ada “wabah” yang lagi rame digandrungi oleh anak-anak yang saat ini harusnya juga sudah punya anak #eh; yakni permainan “GIMBOT” (mesti setelah mengerti bahasa inggris baru tahu tulisan aslinya adalah Game and Watch dari Nintendo.
Dulu, saat masih kelas 1 atau 2 atau 3 SD, anak-anak sebaya dan yang rada tuaan dikit macam anak SMP sehabis pulang sekolah selalu berkumpul di salah satu rumah di ujung belokan kampung. Semuanya berkumpul untuk saling bertukar “gadget” gimbot atau sekedar -seperti yang Jimmy kecil lakukan- menunggu giliran untuk bisa ikut meminjam dan main sebentar; yang terkadang malah seperti ngemis-ngemis: “minjam pang~” (minjam dong) kepada si pemilik gadget.
Dalam suatu siang, pernah nunggu lamaaaaa untuk bisa merasakan asiknya bermain gimbot hingga menjelang sore, tak kunjung juga berhasil dapat pinjaman dari sang pemilik -_- Kemudian, keluarlah kalimat sakti “minjang pang” yang tidak digubris sang empunya; Mungkin karena sedang asyik bermain.
Hingga suatu ketika, ada yang nyeletuk:
“eh, pinjami pang Jimmy, kasian inya mulai tadi mahadangi” (eh, kasih pinjam Jimmy, kasihan dia sudah menunggu sejak tadi)
Jimmy kecil yang waktu itu baru berumur 6 atau 8 tahun, entah mengapa, mendengar kalimat celetukan itu membuat sedikit “bilut” (hampir menangis tapi ditahan). Entah apa yang dirasakan waktu itu, intinya sedih. Saya tahu persis saya belum mampu beli gimbot, tapi dengan dikasihani seperti itu, malah semakin menusuk bahkan “rasanya” masih terasa ketika saya menuliskannya di blog ini :'(
Padahal, aku sama sekali tidak ingat siapa yang tidak meminjami atau siapa yang nyeletuk itu. Ingatnya hanya saat itu dikasihani oleh seseorang. Sesak rasanya dada kalau mengingat itu. Aku bahkan tidak ingat berapa harga gimbot itu hingga tidak berani bilang ke orang tua agar dibelikan. Mungkin dalam pandangan Jimmy kecil, gadget semacam itu cukup canggih dan pasti mahal.
Ya, aku memang tipe orang yang akan sedih (atau marah?) ketika ada yang “meremehkan” seperti itu meskipun maksudnya -mungkin- bukan meremehkan, tapi itulah yang dirasakan.
Dan kemarin, di beranda Facebook, lewat sebuah postingan tentang mainan atau aktivitas anak-anak yang lahir tahun 80-90an, termasuk gimbot dan hingga akhirnya “luka” lama ini kembali menyeruak #lebay.
Sekarang, dengan memiliki 3 orang anak, sedikit banyak aku mengerti hingga selalu berpikir “anakku jangan sampai merasakan apa yang aku rasa. Jika aku mampu, tanpa diminta pun akan aku kabulkan”. Dari sisi parenting, ini jelas tidak baik. Manja. Tapi, bukan tidak pernah mencoba. Aku pernah berusaha untuk menolak apa yang diinginkan anak-anak, koq rasanya tidak tega memandang wajah tanpa dosa mereka. Begitulah mungkin perasaan setiap orang tua. Kita-kita ini mungkin baru sadar perjuangan orang tua ketika kita telah memiliki anak.
Meskipun saat Jimmy kecil tidak bisa membeli mainan canggih itu saat sedang booming, beberapa tahun setelahnya akhirnya dibelikan sebuah gimbot dengan permainan tetris di dalamnya. Meski bukan buatan Nintendo, tetap saja itu sebuah gimbot.
Kalau dipikir-pikir, banyak juga hal atau barang yang kuimpikan semasa kecil tapi tidak pernah terbeli. Mungkin aku yang “pahandakan”. Selalu berusaha menyembunyikan keinginan itu dari orang tua. Meski beberapa tetap merengek juga minta dibelikan. Ampuni ulun mama-abah karena mungkin saat itu tidak tahu situasi dan kondisi hingga meminta-minta.
Aku sadar, tidak ada satu orang tua pun di dunia ini yang ingin anaknya sedih; tinggal sang anak saja yang berpikir bagaimana untuk tidak membuat orang tuanya sedih. Mungkin dulu aku sering membuat orang tua sedih dengan rengekan-rengekan yang remeh-temeh. Ampuni ulun mama-abah… Terimakasih sudah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan menyekolahkan ulun..